Home › Forums › Hemp Legislation › Baju Adat dan Keindonesiaan Kita
-
June 18, 2022 at 11:56 pm #12105
Baju Adat dan Keindonesiaan Kita
Hampir saban th. penduduk melihat “parade” pakaian tradisi yang digunakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.
Sehari sebelum akan upacara tujuh belasan, kala berpidato di sidang bersama dengan DPD dan DPR RI, Jokowi Mengenakan pakaian adat Sasak. Sementara itu, pas waktu upacara Hari Ulang Tahun Ke-74 Republik Indonesia (17-8-2019), Jokowi tampil dengan mengenakan busana kebiasaan Bali. Hampir semua tamu undangan yang singgah terhitung berlomba-lomba memakai baju kebiasaan berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
Pakaian tradisi jadi lambang berkenaan keragaman Indonesia, terdiri atas beraneka suku dan etnis. Dominasi jas dan songkok hitam yang sepanjang ini sering dijumpai pada upacara-upacara kenegaraan, hari itu tak tampak. Kita melekatkan ide dan wacana lewat sandang. Apa yang kami pakai akan merepresentasikan dari mana kami berasal, bagaimana sifat dan kultur yang dibangun. Karena berbusana rutinitas berarti mencoba perlihatkan eksistensi diri dan sekaligus penguatan mengenai identitas kebangsaan negeri ini.
Tak Sekadar Kain
Baju bukan semata rajutan benang yang menutupi tubuh. Baju jadi benda eksistensial. Baju tunjukkan harga diri. Karena itu, penilaian dapat seseorang kerap dilakukan melalui seperangkat baju yang dikenakannya. Baju sesudah itu jadi pengisahan tentang kaya dan miskin, kota dan desa, dan juga kuno dan kini.
Masyarakat Indonesia memasang sandang pada urutan pertama, diikuti pangan dan papan. Hal itu artinya bahwa baju adalah pemuliaan mengenai kebijaksanaan hidup, memasang manusia sebagai “manusia”, membedakan diri bersama dengan makhluk lain. Tradisi sesudah itu memberikan penekanan mengenai makna sandang atas nama pakaian adat.
Baju kebiasaan melekatkan dirinya dengan simbol-simbol dan nilai-nilai yang hakiki. Persoalan warna, bahan, dan jahitan bukanlah peristiwa yang sepele, tapi condong kompleks dan rigid. Kekompleksan dan kerigidan itu adalah hasil akumulatif dari perenungan dan pengembaraan makna yang panjang.
Karena itu, berbaju tradisi menumbuhkan kebanggan dan kecintaan. Kita dipersatukan melalui baju adat yang kami pakai. Sekat-sekat dan batas pada kaya-miskin dan juga tinggi-rendah, oposisi-koalisi, menjadi hilang. Dengan berbaju adat, seluruh setara dan seimbang. Tidak ada kalah-menang, superior-inferior, besar-kecil.
Hal itu sekaligus mendekonstruksi pandangan kaum kapitalis yang menempatkan pakaian sebagai pemujaan akan modernitas. Baju-pakaian atas nama zaman selalu berubah, berasal dari wujud dan gaya. Masyarakat ikuti sehingga tidak dikata ketinggalan zaman, katrok, udik, dan ndeso.
Namun, judi slot 2021 sejatinya semua lagi pada masalah hitung-hitungan untung rugi yang kapitalistik. Model, gaya, dan wujud sengaja dilahirkan demi pamrih kapital. Wacana dan stereotipe dibangun lewat baju. Kita lantas memberikan dikotomi pada yang pantas dan tak pantas untuk dipakai.
Di balik ingar bingar baju-baju baru, kita seringkali meniadakan pakaian rutinitas sebagai sebuah pewarisan tradisi. Bahkan, tak jarang baju rutinitas berhadapan bersama beragam penilaian yang condong merendahkan, berkonotasi negatif, kuno, terbelakang. Memakainya membangkitkan rasa minder dan malu. Sama bersama musik tradisi, memainkannya melahirkan cibiran dan sindiran.
Karena itu, kenakan pakaian rutinitas dalam bermacam seremonial dan upacara kenegaraan (terutama hari kemerdekaan sebagian th. belakangan) adalah sebuah harapan baru bagi nasib hidup baju-baju kebiasaan di negeri ini sehingga tak melulu diakui berpamit mati. Setidaknya, berbaju kebiasaan beri tambahan teladan punya nilai bagi generasi (milenial) negeri ini. Berbaju tradisi bisa mengimbuhkan penyegaran dalam kemonotonan berbusana saban hari.
Selama ini nasib hidup busana adat semata cuma menjadi gugusan wacana dan ide bagi para desainer, sehingga rancangannya dianggap eksentrik karena berbasis tradisi. Baju tradisi berpendar di dalam wacana, namun tak mampu tampil secara imanen dengan kata lain mandiri.
Tak ada salahnya pula jikalau sanggup dibentuk hari busana tradisi nasional, di mana tiap-tiap orang bersama dengan berbagai latar suku dan etnis kenakan pakaian rutinitas versi mereka. Hal yang lebih mutlak adalah menggelorakan wacana dan analisis baru, bahwa berbaju tradisi adalah sebuah kebanggan diri.
Dalam deklarasi itu, kita memandang parade busana rutinitas dipertontonkan. Tradisi menambahkan penguatan untuk semakin menumbuhkan kecintaan bagi Indonesia. Hal tersebut terhitung jadi semacam oase di waktu akhir-akhir ini gejolak menentang pluralisme gencar terjadi. Paham-paham radikal yang berusaha menyeragamkan manusia Indonesia bermunculan, lebih-lebih sering pakai agama sebagai kedok.
Oleh dikarenakan itu, menyatakan kekayaan kebiasaan yang kita mempunyai menjadi detoksifikasi atas seluruh itu. Perayaan hari kemerdekaan adalah sarana aktualisasi untuk lagi mengingatkan berkenaan makna penting perbedaan.
Bukankah kebudayaan nasional dibangun berasal dari puncak-puncak kebudayaan daerah yang tidak sama itu? Berbaju adat, bermusik tradisi, berbahasa daerah, adalah sebentuk penghargaan bagi Indonesia dalam merawat marwah keindonesiaan kita di hari ini.
-
AuthorPosts
- You must be logged in to reply to this topic.